Dalam rangka menyambut Pemilihan Umum Legilatif dan Pemilihan Umum Presiden Indonesia yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019 mendatang, Badan Pelayanan Kerohanian Universitas Kristen Maranatha bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia menyelenggarakan Talk Show Kebangsaan bertema “Wujudkan Pemilu Damai dan Demokrasi Bermartabat” pada tanggal 29 Maret 2019.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan di Auditorium Prof. Dr. P. A. Surjadi, M.A., Gedung B ini para peserta juga diajak untuk mendeklarasikan Deklarasi Pemilu Damai. Setelah itu dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh dua pembicara, yaitu Ketua Bawaslu Jawa Barat, Abdulah Dahlan, S.TP. dan Pendeta GKP, Pdt. Supriatno, M.Th., serta dipimpin salah seorang dosen Fakultas Hukum UK Maranatha, Yohanes Hermanto Sirait, S.H., LL.M. sebagai moderator.

Abdulah dalam memaparkan materinya mengungkapkan bahwa peranan kampus dalam mengawasi pemilu sangatlah penting. Pemilu yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang akan menjadi sejarah yang baru bagi Indonesia dan memecahkan rekor dunia karena menjadi pemilu terbersar yang terdiri dari lima macam pemilihan dalam satu hari. Pemilu Presiden yang hanya terdiri dari dua calon presiden menjadikan pemilu ini sebagai tahap final pemilihan presiden bagi Indonesia dan tidak akan ada putaran kedua seperti pemilu presiden sebelumnya.

Pertarungan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden akan sangat ketat dan kompetitif, terutama di Jawa Barat yang memegang suara pemilu terbesar secara nasional dengan 33.2 juta hak suara. Dalam pemilu kali ini, pendaftaran hak pilih bagi warga pindahan pun diperpanjang dengan harapan agar hak konstitusional warga negara dalam pemilu dapat terpenuhi.

“Pemilu idealnya adalah transisi dan pergantian kedaulatan, dalam transisi tersebut maka wacana yang dikedepankan merupakan wacana tentang harapan, bukan wacana yang menimbulkan kebencian, wacana yang menyebarkan fitnah, dan yang juga menyebabkan konflik horisontal,” jelas Abdulah. Maka dari itu, dalam pemilu terdapat larangan untuk mempersoalkan isu-isu ras dan agama dan juga larangan membuat narasi kebencian agar dapat menciptakan pemilu yang damai dan demokratis.

Pdt. Supriatno saat memaparkan materi berjudul “Partisipasi Umat Beragama dalam Politik dan Pembangunan Demokrasi” menjelaskan tentang bagaimana kita sebagai umat beragama menempatkan diri dalam pesta demokrasi yang akan menentukan arah politik negara kita ke depan. Dalam pemilu, orang-orang akan dipandang sama dan memiliki hak yang sama untuk menentukan masa depan. Untuk itu diharapkan agar kita dapat menjadi pemilih yang cerdas, bebas godaan dan pengaruh, mengetahui kriteria figur, dan tidak golput.

Umat beragama, khususnya Kristen, seperti yang ditunjukan dalam Alkitab, dapat menjadi sumber inspirasi dan menjadi terang dalam politik, karena politik tanpa “garam dan terang” akan menjadi kehidupan politik yang menakutkan. “Maka dari itu, jadikan pemilu ini sebagai panggilan untuk menyejahterakan bangsa kita,” tutup Pdt. Supriatno. (gn)

2 April 2019