Ingat dengan drama Korea berjudul Start-Up yang pernah hit di tahun 2020? Sebuah serial yang menceritakan perjuangan sang tokoh utama dalam mengejar mimpinya menjadi seorang pengusaha sukses di bidang teknologi. Drama tersebut memperlihatkan bagaimana generasi muda berlomba-lomba dalam membangun perusahaan start-up, dimulai dari mencari model bisnis yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar mampu menarik minat para investor.

Hal serupa juga terjadi di dunia saat ini. Selepas lulus kuliah, masyarakat generasi milenial dan generasi Z begitu berambisi agar bisa bekerja di perusahaan start-up. Lalu, apa itu start-up? Kenapa begitu digandrungi oleh masyarakat usia produktif? Dan di tengah gempuran perekonomian yang tidak pasti, apakah bekerja di perusahaan rintisan masih menjanjikan?

Start-up adalah perusahaan rintisan yang berfokus pada pengembangan produk atau layanan jasa. Biasanya, sebuah bisnis dapat dikatakan sebagai start-up apabila memiliki setidaknya tiga elemen, yaitu founder atau pendiri, investor atau pemberi dana, serta produk atau layanan. Saat ini (per tanggal 14 Juni 2023), Indonesia berada di urutan ke enam negara dengan jumlah start-up terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 2.482. Berada di urutan pertama adalah Amerika Serikat, disusul oleh India, kemudian Inggris, Kanada, lalu Australia.

Berbeda dengan perusahaan konvensional, pola kerja di perusahaan start-up lebih menarik perhatian anak-anak muda, seperti jam kerja yang fleksibel, bisa bekerja dari mana saja (work from anywhere), memberikan ruang kreativitas dan inovasi, serta berpotensi dalam kepemilikan saham. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh JobStreet, dari 3.500 responden, sebesar 65,8% kaum milenial lebih memilih bekerja di perusahaan yang memiliki jam kerja fleksibel dan adanya pengembangan karier.

Namun, di sisi lain, sulit bagi start-up untuk bertahan, terlebih ketika harus menghadapi badai perekonomian yang berkembang sangat cepat dan terkesan tidak pasti. Hal tersebut terbukti dari maraknya perusahaan start-up yang melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya, seperti GoTo (Gojek Tokopedia), Shopee, Bibit, dan masih banyak lagi. Bahkan, tidak sedikit juga yang berakhir tutup, salah satunya adalah JD.ID.

Lantas, berdasarkan fakta tersebut, apakah saat ini bekerja di perusahaan start-up masih menjadi pilihan dan menjanjikan khususnya bagi para fresh graduate?

Alumnus Program Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha angkatan 2014, Yanuar Aditia Prasetio, menceritakan pengalamannya bekerja di perusahaan start-up di Jakarta, yaitu Wahyoo dan Sweet Escape. Menurutnya, untuk menentukan apakah keadaan start-up di Indonesia masih menjanjikan atau tidak perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi saat ini, peraturan pemerintah terkait bisnis dan teknologi, serta tren pasar terbaru yang semakin berkembang secara cepat.

“Jika kita melihat faktor ekonomi saat ini pascapandemi, banyak sekali start-up yang belum pulih sehingga berdampak bagi keberlangsungan hidup para karyawannya. Hampir setiap bulan selalu ada start-up yang melakukan layoff,” ujar pria yang akrab disapa Tio. Namun, meskipun begitu, keadaan ini tidak membuat para mantan karyawan berkecil hati, banyak dari mereka yang memanfaatkan keadaan dengan membuat start-up baru.

Hal serupa dikatakan oleh Jan Sebastian, alumnus Program Sarjana Teknik Industri UK Maranatha angkatan 2013, yang pernah bekerja di perusahaan start-up multinasional selama empat tahun. Bagi Jan, meskipun masa kejayaannya sudah hampir berakhir, start-up masih memiliki potensi. “Tentunya kita harus pintar dalam menilai perusahaan tersebut, dari background, growth, sudah ada atau belum pasarnya, serta opportunity bisnis ke depan,” ujar Jan.

Jan juga membeberkan beberapa keuntungan bagi fresh graduate yang memilih bekerja di start-up, ”Yang pasti bekerja di start-up itu memiliki banyak benefit dan bukan melulu soal gaji saja, melainkan experience, cara berfikir, professional skills, endurance, dan masih banyak lagi.” Untuk saat ini, antara tahun 2023-2024, bekerja di perusahaan start-up masih sangat potensial, khususnya bagi mahasiswa yang baru saja lulus. Akan banyak pelajaran yang bisa didapatkan dan bisa menjadi bekal untuk ke depannya ketika memutuskan untuk bekerja di corporate atau bahkan untuk membuat start-up sendiri. “Saat bekerja di start-up, kita akan banyak mengerjakan hal-hal yang fundamental dan luas, di luar hal-hal yang dipelajari saat kuliah,” sambung Jan. Namun, kembali ditekankan bahwa para pelamar harus tetap berhati-hati dalam memilih dan melakukan riset secara mendalam terlebih dahulu.

Kesimpulannya adalah meskipun sedang banyak mem-PHK karyawannya, bekerja di perusahaan start-up masih bisa menjadi pilihan, terlebih bagi mahasiswa yang baru saja lulus dan berniat untuk mencari pengalaman serta menambah ilmu. Di samping workculture-nya yang sesuai dengan gaya anak muda zaman sekarang, pengalaman dan pelajaran yang didapat pun akan sangat bermanfaat untuk ke depannya. Namun, dengan catatan kita harus lebih selektif dalam memilih. (vir/gn)

25 September 2023